Inovasi Pembelajaran Sosiologi melalui pembelajaran kompetensi

Inovasi sering kita dengar dan identik dengan hal yang baru yang berkaitan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pemikiran-pemikiran baru dengan konsep sebagai upaya mengedepankan siswa sebagai pusat pembelajaran yang diharapkan dengan memiliki karakteristik pembelajaran di abad ke 21 ini. Siswa dituntut berpikir kreatif dan kritis memang sesuai dengan empat kompetensi yang harus dimiliki siswa di abad 21 yang disebut 4C, yaitu Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), Creativity (kreativitas), Communication Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work Collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama). 4C tersebut disematkan dalam pembelajaran setiap matapelajaran, begitu juga untuk Sosiologi. Bahkan kita ketahui dengan kurikulum 2013 yang mencakup pada 3 aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik maka pembelajaran yang dilakukan adalah holistik dan komprehensif. Ranah pembelajaran mengidentifikaiskan pemikiran siswa dengan berjenjang sehingga pembelajaran lebih tepat pada sesuai potensi masing-masing peserta didik. Berikut ranah pembelajaran dalam taksonomi bloom direvisi :

taksonomi

Aspek kognitif di atas mengalami perubahan yang cukup signifikan yakni untuk kognitif tertinggi adalah mencipta. Pemikiran kritis dan kreatif sangat dibutuhkan dalam aspek ini, apalagi jika diterapkan di Sosiologi. Akan sangat membutuhkan perenungan hal yang mengandung unsur tersebut. Sisi sosial masyarakat dengan unsur mencipta perlu pendalaman terkait substansi materi.

Berikut gambar tentang pengetahuan, ketrampilan di abad 21

abad21

Dari gambar tersebut jelas bahwa dalam pembelajaran abad 21 harus mengandung unsur ketrampilan teknologi, ketrampilan kolaboratif, komunikasi, Pemahaman global, Pengetahuan, bidang matapelajaran inti, ketrampilan kognitif, dan watak. Aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotorik tergambar dari diagram di atas [10]

Pentingnya berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran Sosiologi memang sesuai dengan bagaimana caranya untuk dapat memberi solusi dari permasalahan sosial bahkan memberi inovasi untuk kesejahteraan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa lebih ke contoh real adalah pada soal evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dengan kompetensi HOTS sangat beragam bentuknya. Dapat dengan menggunakan stimulus baik berupa kasus, soal cerita, gambar maupun grafik agar peserta didik dapat menggunakan imajinasi sosiologi dan mampu berpikir kritis juga kreatif. Tidak hanya itu saja, pembelajaran juga dapat berlangsung dengan metode yang sesuai. Dalam landasan kompetensi yang mengarah pada HOTS ini pemilihan metode yang sesuai adalah problem based learning atau projek based learning. Disana akan dapat diikuti Langkah pembelajaran dengan peserta didik mulai mengembangkan kompetensinya. Ketika dikaitkan dengan teori pembelajaran konstruktivisme cukup menarik yakni pembelajarandengan mengedepankan pemikiran logikanya. Guru hanya sebagai fasilitator dengan mengggali kompetensi dari diri peserta didik. Pendidikan konstruktivistik pembelajaran dipandang sebagai proses yang dikendalikan sendiri (self regulated) oleh siswa. Pembelajaran mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dilakukan di tempat dimana siswa sebagai partisipan. Perspektif ini menekankan pada proses pembelajaran kolaboratif, sehingga proses pembelajarannya dilakukan Bersama (social process). Siswa diberi fasilitas untuk berinteraksi dengan lingkungannya disertai refleksi diri (selfreflection). Dengan pendekatan ini Pendidikan konstruktivisme menegaskan bahwa sumber belajar bukan hanya bersumber dari guru melainkan juga teman sepergaulan (peer group) dan orang-orang sekitarnya. [11]

Kompetensi yang saat ini diharapkan pada pemikiran tingkat tinggi disertakan dalam pembelajaran sosiologi untuk peserta didik di tingkat pendidikan menengah. Bukan hanya itu saja tapi pelibatan teknologi dan unsur pedagogi dalam pembelajaran sudah harus diberikan. Teknologi yang saat ini tidak terlepas dari kehidupan manusia juga dilakukan dalam pembelajaran sosiologi. Kemudahan tersebut membantu siswa dalam mempelajari substansi matapelajaran sosiologi sesuai dengan kompetensi yang sudah direncanakan saat pembelajaran akan dilaksanakan. Kompetensi sebagai kemampuan minimal yang harus dikuasai siswa penting dilakukan agar dapat menunjukan keberhasilan proses dan hasil dari pembelajaran. Pembelajaran berbasis kompetensi ini sebagai inovasi dalam dunia Pendidikan memiliki standar yang sudah dirancang. Pendidikan terdapat dua jenis standar yaitu 1). Standar akademis yang merefleksikan pengetahuan dan ketrampilan esensial setiap disiplin ilmu yang harus dipelajari oleh semua peserta didik, dan 2)standar kompetensi yang ditunjukkan dalam bentuk proses dan hasil kegiatan serta didemonstrasikan oleh peserta didik sebagai penerapan dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari. [12]. Pembelajaran berbasis kompetensi saat ini penting jika disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan kemajuan teknologi. Sama halnya dengan ideologi yang diyakini dengan adanya teknologi namun tetap melihat pada unsur sisi humanis yang berkebudayaan. Dengan siswa menjadi student center dalam pembelajaran memberikan ruang dan waktu kepada mereka untuk mengeksplore kemampuan yang dimiliki. Keingintahuan, daya imaginasi, berpikir kritis dan kreatif yang diharapkan nantinya dapat membentuk daya resiliensi dalam menghadapi kehidupan masa depan. Tantangan yang semakin canggih dengan teknologi dan kemajuan pengetahuan beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya maka siswa harus siap dan mampu bertahan serta mampu melakukan adjusment(penyesuaian secara sosial) agar menjadi pribadi yang kokoh sesuai harapan secara personal juga kolektif dan berkebudayaan.

 

 

 


Terakhir diubah: Senin, 26 Desember 2022, 08:50